Perempuan dan Keadilan

Perempuan dan Keadilan


Pengumpulan data catatan tahunan (disingkat CATAHU) Komnas Perempuan berdasarkan  pemetaan laporan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima dan ditangani oleh  berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua  Provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui  Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas Perempuan(silahkan lihat  daftar lembaga yang berpartisipasi dalam memberikan data kepada Komnas Perempuan).  


Lembaga-Lembaga yang berkontribusi data untuk CATAHU  

BADILAG: Badan Peradilan Agama 

PN: Pengadilan Negeri

UPPA: Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kepolisian)

Rumah Sakit

DP3AKB/P2TP2A: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan  Keluarga Berencana

PN: Pengadilan Negeri


 

Keterangan: Diagram berdasarkan data dari Badilag dan data formulir kuesioner yang diterimaKomnas  Perempuan dari tahun ke tahun.

Diagram di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap  perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di  Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Diagram di atas masih merupakan  fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi  perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman. 

Arti lainnya adalah bila setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan konsisten  mengalami peningkatan, menunjukkan tiadanya perlindungan dan keamanan terhadap  perempuan, bahkan telah terjadi pembiaran. Fenomena ini dapat dikatakan kekerasan terhadap  perempuan menjadi budaya yang menguat di kalangan masyarakat kita.


Hal lainnya adalah terdapat peningkatan keberanian korban untuk melapor tidak mungkin tanpa  adanya lembaga layanan, dan tanpa adanya kepercayaan masyarakat terutama korban. Konsistensi  pendokumentasian atau pencatatan kasus di setiap lembaga layanan menunjukkan kapasitas  lembaga tersebut, yang sangat menentukan angka, baik dari pemerintah maupun masyarakat.  Oleh karena itu sistem dan lembaga-lembaga yang menerima layanan pengaduan atau pelaporan  korban perlu ditingkatkandan didukung keberlangsungannya baik oleh masyarakat maupun  pemerintah. 


Laporan kesimpulan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan)


1. Kecenderungan Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan di indonesia sangat dibutuhkan.

2. Data CATAHU selama 3 tahun terakhir menemukan bahwa ada pelaku usia anak, jika dibagi dengan penduduk usia yang sama, 7 anak per 1.000.000 usia anak kurang dari 18 tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Dengan kata lain setiap hari rata-rata dua anak menjadi pelaku kekerasan.

3. Perempuan Pembela HAM rentan terhadap kriminalisasi, stigma komunis, liberal, murtad, dan makar/ ekstrimis akibat ketiadaan Mekanisme Perlindungan Perempuan Pembela HAM.

4. Kasus kekerasan terhadap anak perempuan di ranah personal didominasi oleh kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat korban (ayah kandung, ayah angkat/ tiri, dan paman).

5. Angka kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh lembaga layanan milik pemerintah dan organisasi non pemerintah masih didominasi lembaga layanan di wilayah Jawa. Sementara wilayah di luar Jawa memberikan konstribusi yang masih rendah yang berdampak minimnya pencatatan dan pendokumentasian data kekerasan di wilayah tersebut.

6. Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat dalam tiga tahun terakhir berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto/ video dengan konten pornografi. Komnas perempuan mengalami kesulitan mencari lembaga penerima rujukan layanan KBGO yang disebabkan minimnya kapasitas lembaga layanan dalam penanganan kasus KBGO.

7. Perempuan korban KBGO rentan dikriminalkan dengan menggunakan UU ITE dan UU Pornografi.

8. Tahun 2019 ada kenaikan angka dispensasi nikah yang dikabulkan Pengadilan Agama sebesar 85%. Angka ini adalah angka yang dilaporkan, angka pernikahan anak yang tidak dilaporkan kemungkinan lebih tinggi. Kenaikan ini bisa disebabkan karena sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review menaikkan usia pernikahan menjadi 19 tahun.


Komentar